AKKMI Bahas “Sustainable Complience Program” Bersama BPOM RI

Pertemuan AKKMI Bersama BPOM RI

Foto : Pertemuan AKKMI Bersama BPOM RI

Jakarta - Pembahasan mengenai Sustainable Compliance Program bagi pelaku usaha kosmetik manufaktur tidak dapat dilepaskan dari peraturan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI). Program ini menjadi langkah strategis untuk memastikan bahwa setiap pelaku usaha mampu memenuhi standar keamanan, kualitas, dan keberlanjutan dalam proses produksi kosmetik mereka.

Menyadari pentingnya inisiatif Sustainable Compliance Program bagi keberlangsungan industri kosmetik di masa depan, Asosiasi Kontrak Maklon Kosmetik Indonesia (AKKMI) mengadakan pertemuan penting dengan BPOM pada 13 November 2024 di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat.

Pertemuan ini membahas pemaparan Sustainable Compliance Program dan kolaborasi dari Kepala BPOM, dr. Taruna Ikrar, M.Biomed., MD., Ph.D., yang diwakili oleh Irwan, S.Si., Apt., M.K.M., selaku Direktur Pengawasan Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan.

Perhatian AKKMI terhadap Pelaku Usaha Kosmetik Manufaktur di Indonesia

Dalam pertemuan tersebut, Halim Nababan, selaku Dewan Pembina AKKMI, menyampaikan kekhawatirannya terkait tantangan besar yang dihadapi oleh pelaku industri kosmetik manufaktur di Indonesia.

“Saat ini, industri kosmetik manufaktur menghadapi berbagai tantangan besar, salah satunya adalah derasnya arus masuk produk impor ke Indonesia. Jika situasi ini terus dibiarkan, pasar lokal yang mulai berkembang dengan baik dapat tergerus secara perlahan,” ujar Halim Nababan.

Halim juga menyorot banyak produk kosmetik dengan klaim berlebihan (overclaim) dan tidak sesuai dengan prosedur BPOM yang tersebar luas di pasar. Fenomena ini dinilai sangat memprihatinkan karena dapat memengaruhi kepercayaan konsumen terhadap produk lokal. Apalagi, dalam dunia digital yang semakin maju, informasi mengenai produk-produk tersebut dapat dengan mudah menyebar dan menjadi viral diikuti oleh respons yang negatif.

Halim menjelaskan, jika ini terus dibiarkan bisa jadi boomerang bagi pemilik brand lokal dan pelaku usaha manufaktur yang sudah mematuhi prosedur. Produk-produk yang tidak sesuai standar tersebut tidak hanya mencoreng citra industri, tetapi juga merugikan para pelaku usaha yang berkomitmen menjaga kualitas dan kepatuhan terhadap peraturan.

Upaya BPOM dalam Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Pelaku Usaha Kosmetik Manufaktur

BPOM terus berupaya mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha kosmetik manufaktur, baik melalui inisiatif mandiri maupun kolaborasi. Kerja sama dengan asosiasi di industri kecantikan terbukti memberikan dampak yang lebih efektif dalam mendukung industri kosmetik di Indonesia. Hingga saat ini, BPOM telah menjalin kolaborasi strategis dengan beberapa himpunan kosmetik, seperti Perkosmi, PPAK, dan Komindo, untuk mendorong peningkatan kepatuhan, kualitas, dan daya saing produk kosmetik lokal.

“Kolaborasi ini menjadi langkah penting bagi pelaku usaha kosmetik manufaktur untuk memenuhi regulasi, meningkatkan mutu dan keamanan produk, serta menerapkan Program Manajemen Risiko (PMR) di industri lokal,” ujar Irwan, Direktur Pengawasan Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan BPOM RI.

Dalam implementasinya, BPOM membantu mengedukasi masyarakat mengenai bagaimana mengetahui produk yang mereka pilih merupakan produk yang aman dan berkualitas.

Tidak hanya itu, BPOM juga membantu memberikan bimbingan teknis dan pengawasan yang bertujuan agar pelaku industri memahami regulasi yang berlaku dan mampu menerapkannya secara konsisten. Selain itu, BPOM juga mendorong pelaku usaha untuk mengikuti sertifikasi yang mendukung penguatan standar produk mereka.

BPOM RI Support AKKMI dalam Mendukung Kemajuan Industri Kosmetik Manufaktur Indonesia

BPOM menunjukkan dukungan penuh terhadap AKKMI dalam mendorong kemajuan industri kosmetik manufaktur di Indonesia. Dukungan ini diwujudkan melalui berbagai inisiatif strategis, termasuk kolaborasi dalam program peningkatan kepatuhan dan mutu produk untuk menciptakan ekosistem yang mendukung daya saing produk lokal, baik di pasar domestik maupun internasional.

Salah satu bentuk kolaborasi yang dapat dilakukan antara BPOM dan AKKMI adalah penyelenggaraan expo yang mempertemukan pembeli potensial dengan perusahaan OEM/ODM. BPOM memberikan kepercayaan kepada AKKMI untuk mengadakan kegiatan tersebut sebagai bagian dari upaya memperkuat industri kosmetik lokal.

“Koordinasi dengan kegiatan expo tahun depan mungkin akan sepenuhnya diselenggarakan oleh AKKMI dengan dukungan penuh dari BPOM,” pungkasnya.

Pertemuan ini juga dihadiri oleh Direktorat Cegah Tangkal yang diwakili oleh Edi. Dalam diskusi, diharapkan adanya program yang memastikan baik diinstansi maupun asosiasi melakukan kode etik yang berkaitan dengan produk yang ada di pasaran, juga bagaimana meningkatkan kesadaran membuat produk yang baik dan berkualiatas.

Perwakilan dari Pusat Pengembangan Pengawasan Obat dan Makanan Nasional (P3MON) juga turut menyampaikan dukungannya. Mereka akan mensupport laboratorium yang dimiliki oleh pelaku usaha kontrak manufaktur terutama dalam hal layanan untuk pengujian.

Kolaborasi antara BPOM dan AKKMI ini diharapkan mampu menciptakan sinergi yang berdampak positif pada pengembangan industri kosmetik manufaktur di Indonesia, sekaligus memperkuat kepercayaan konsumen terhadap produk lokal.